A.
Definisi dan Jenis Keluarbiasaan
1.
Definisi
Keluarbiasaan
Keluarbiasaan
secara harfiah berarti sesuatu yang luar biasa. Sesuatu yang luar biasa bisa
berarti positif, bisa juga negatif. Anak luar biasa (ALB) adalah anak yang secara
nyata berbeda keadaannya dari pada anak pada umumnya. Oleh karena itu yang
dimaksud anak luar biasa meliputi baik anak yang memiliki kelebihan maupun
kekurangan.
Di
Indonesia belum ada kesepakatan tentang penggunaan istilah yang baku tentang
istilah keluarbiasaan. Istilah anak penyandang cacat, anak berkelainan , anak
luar biasa, masih sering dipakai secara bergantian. Namun jika dilihat dari
penyelenggara pendidikan anak yang berkelainan, yang menggunakan kata luar
biasa, maka istilah anak luar biasa sebenarnya telah dapat diterima oleh
masyarakat.
2.
Jenis-jenis
Keluarbiasaan
Pengelompokan
keluarbiasaan dapat didasarkan pada dua aspek, yaitu bidang yang mengalami
penyimpangan dan arah penyimpangan. Bidang penyimpangan berkaitan dengan
penyebab terjadinya penyimpangan, sedangkan arah penyimpangan untuk melihat
apakah posisi keluarbiasaan itu di atas normal atau di bawah normal.
Keluarbiasaan di atas normal merupakan kondisi seseorang yang melebihi batas
normal dalam bidang kemampuan. Kelompok anak dengan kondisi demikian disebut
anak berbakat atau gifted.
Di
Indonesia, anak yang memiliki kemampuan di atas rata-rata ini dikelompokkan
pada pendidikan khusus yang sering disebut sekolah unggulan.
Jika keluarbiasaan di atas normal hanya dikenal dengan satu istilah, tidak demikian halnya dengan istilah keluarbiasaan di bawah normal. Jenis-jenis keluarbiasaan di bawah normal meliputi: tunanetra, tunarungu, gangguan komunikasi, tuna grahita, tunadaksa, tunalaras, berkesulitan belajar, dan tuna ganda.
Jika keluarbiasaan di atas normal hanya dikenal dengan satu istilah, tidak demikian halnya dengan istilah keluarbiasaan di bawah normal. Jenis-jenis keluarbiasaan di bawah normal meliputi: tunanetra, tunarungu, gangguan komunikasi, tuna grahita, tunadaksa, tunalaras, berkesulitan belajar, dan tuna ganda.
a.
Tunanetra
Tunanetra adalah istilah yang diberikan kepada mereka yang mengalami gangguan berat terhadap penglihatan dan tidak dapat diatasi dengan pemakaian kaca mata.
Tunanetra adalah istilah yang diberikan kepada mereka yang mengalami gangguan berat terhadap penglihatan dan tidak dapat diatasi dengan pemakaian kaca mata.
b.
Tunarungu
Tunarungu adalah mereka yang mengalami gangguan pendengaran, mulai dari yang ringan sampai dengan yang berat.
Tunarungu adalah mereka yang mengalami gangguan pendengaran, mulai dari yang ringan sampai dengan yang berat.
c.
Gangguan
Komunikasi
Secara
garis besar, gangguan komunikasi dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu
gangguan bicara dan gangguan bahasa. Gangguan bicara yang sering disebut
sebagai tunawicara. Gangguan komunikasi yang terjadi karena gangguan bahasa
ditandai dengan munculnya kesulitan bagi anak dalam memahami dan menggunakan
bahasa, baik dalam bentuk lisan maupun tertulis.
d.
Tunagrahita
Tunagrahita adalah kondisi dimana kemampuan mentalnya berada di bawah normal. Tunagrahita dapat dikelompokkan sebagai anak tunagrahita ringan, sedang dan berat.
Tunagrahita adalah kondisi dimana kemampuan mentalnya berada di bawah normal. Tunagrahita dapat dikelompokkan sebagai anak tunagrahita ringan, sedang dan berat.
e.
Tunadaksa
Tunadaksa atau cacat fisik adalah kondisi anak yang memiliki cacat fisik, sehingga tidak dapat menjalankan fungsi fisik secara normal. Termasuk dalam kelompok tunadaksa adalah anak yang menderita penyakit epilepsi, cerebal palsy, kelainan tulang belakang, gangguan pada tulang dan otot, serta mengalami amputansi.
Tunadaksa atau cacat fisik adalah kondisi anak yang memiliki cacat fisik, sehingga tidak dapat menjalankan fungsi fisik secara normal. Termasuk dalam kelompok tunadaksa adalah anak yang menderita penyakit epilepsi, cerebal palsy, kelainan tulang belakang, gangguan pada tulang dan otot, serta mengalami amputansi.
f.
Tunalaras
Anak tunalaras adalah anak yang mengalami gangguan emosi, sehingga sering menunjukkan adanya penyimpangan perilaku. Penyimpangan tersebut seperti menyakiti diri sendiri, suka menyerang teman dan sebagainya. Termasuk dalam kelompok tunalaras adalah anak-anak penderita autis.
Anak tunalaras adalah anak yang mengalami gangguan emosi, sehingga sering menunjukkan adanya penyimpangan perilaku. Penyimpangan tersebut seperti menyakiti diri sendiri, suka menyerang teman dan sebagainya. Termasuk dalam kelompok tunalaras adalah anak-anak penderita autis.
g.
Anak
Berkesulitan belajar
Anak
berkesulitan belajar adalah anak-anak yang memiliki tingkat kecerdasan normal,
tetapi prestasi belajar yang diperoleh tidak sesuai dengan tingkat
kemampuannya.
h.
Tunaganda
Sesuai dengan istilah tunaganda, adalah kelompok yang menyandang lebih dari satu jenis keluarbiasaan. Misalnya penyandang tunanetra dan tunarungu sekaligus, penyandang tunadaksa disertai tunagrahita, atau bahkan tunadaksa, tunarungu dan tunagrahita sekaligus.
Sesuai dengan istilah tunaganda, adalah kelompok yang menyandang lebih dari satu jenis keluarbiasaan. Misalnya penyandang tunanetra dan tunarungu sekaligus, penyandang tunadaksa disertai tunagrahita, atau bahkan tunadaksa, tunarungu dan tunagrahita sekaligus.
B.
Penyebab dan Dampak Keluarbiasaan
1.
Penyebab
Terjadinya Keluarbiasaan
Berdasarkan
waktu terjadinya penyebab kelurbiasaan dapat dibagi menjadi tiga kategori
seperti berikut.
a.
Penyebab
Prenatal, yaitu penyebab yang terjadi pada saat anak masih dalam kandungan.
Pada saat ini mungkin sang ibu terserang virus, mengalami trauma, atau salah
minum obat.
b.
Penyebab
Perinatal, yaitu penyebab yang terjadi pada saat proses kelahiran, seperti
terjadinya benturan atau infeksi ketika melahirkan, proses kelahiran dengan
penyedotan, atau pemberian oksigen yang terlalu lama bagi anak premature
c.
Penyebab
Postnatal, yaitu penyebab yang muncul setelah kelahiran, misalnya kecelakaan,
jatuh atau kena penyakit tertentu.
2.
Dampak
Keluarbiasaan
Dampak
keluarbiasaan sangat bervariasi, baik bagi anak, keluarga/orang tua, maupun
masyarakat.
a.
Dampak
Keluarbiasaan Bagi Anak ALB
Keluarbiasaan
di atas normal dapat berdampak positif maupun negatif bagai anak. Mereka akan
merasa bangga dengan keluarbiasaan yang dimilikinya, tetapi keluarbiasaan
tersebut akan menjadi masalah kalau menyebabkan ia sombong dan merasa superior.
Anak berbakat juga akan menghadapi masalah apabila ia terpaksa hidup diantara
orang dewasa, sementara ia masih merasa sebagai anak-anak. Sebaliknya, bagi
anak yang mempunyai keluarbiasaan di bawah normal, pada umumnya akan terhambat
perkembangannya, kecuali jika ia mendapat pelayanan yang sesuai dengan
kebutuhan.
Dampak spesifik juga dapat terjadi terhadap anak luar biasa, misalnya penderita tunarungu akan mendapat hambatan dalam berkomunikasi, anak tunanetra mendapat hambatan dalam mobilitas, anak tunagrahita akan mendapat hambatan dalam banyak hal.
Tingkat keluarbiasaan juga menghasilkan dampak yang berbeda bagi anak. Anak yang menderita keluarbiasaan yang bersifat ringan mungkin masih mampu menolong diri sendiri. Makin parah tingkat keluarbiasaan, dampaknya bagi anak juga semakin parah.
b.
Dampak
Keluarbiasaan bagi Keluarga
Dampak
keluarbiasaan anak bagi keluarga bervariasi. Ada orang tua yang merasa
terpukul, pasrah menerima keadaan dan ada pula yang acuh terhadap keluarbiasaan
tersebut.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi reaksi/sikap keluarga terhadap keluarbiasaan antara lain : tingkat pendidikan, latar belakang budaya, status sosial ekonomi keluarga, dan juga jenis dan tingkat keluarbiasaan.
c.
Dampak
Keluarbiasaan bagi Masyarakat
Sikap
masyarakat terhadap keluarbiasaan mungkin juga akan bervariasi, tergantung dari
dari latar belakang budaya dan tingkat pendidikan. Ada masyarakat yang
bersimpati , ada yang acuh tak acuh, mungkin juga bersikap antipati.
C.
Kebutuhan serta Hak dan Kewajiban
Penyandang Keluarbiasaan
1.
Kebutuhan
Penyandang Keluarbiasaan
Secara
umum tidak terdapat perbedaan kebutuhan antara anak normal dengan anak luar
biasa. Namun karena keluarbiasaannya itu ada kebutuhan-kebutuhan spesifik yang
lebih dibutuhkan oleh anak luar biasa. Kebutuhan-kebutuhan tersebut meliputi
kebutuhan fisik/ kesehatan, kebutuhan sosial/emosional, dan kebutuhan
pendidikan.
a.
Kebutuhan
fisik/kesehatan
Kebutuhan
fisik bagi penyandang keluarbiasaan akan terkait erat dengan jenis
keluarbiasaannya. Bagi penyandang tunadaksa yang menggunakan kursi roda, akan
membutuhkan sarana khusus untuk masuk ke gedung-gedung dengan jalan miring,
sebagai pengganti tangga. Penyandang tunanetra perlu tongkat dan penyandang
tunarungu mungkin memerlukan alat alat bantu dengar.
Berbagai layanan khusus di bidang kesehatan diperlukan bagi para penyandang keluarbiasaan. Layanan tersebut antara lain : physical therapy dan occupational therapy, yang keduanya berkaitan erat dengan keterampilan gerak (motor skills), dan speech theraphy atau bina wicara bagi para tunarungu. Para ahli yang terlibat dalam menangani kesehatan para penyandang keluarbiasaan terdiri dari dokter umum, dokter gigi, ahli physical theraphy dan ahli occupational theraphy, ahli gizi, ahli bedah tulang, ahli THT, dokter spesialis mata dan perawat.
Berbagai layanan khusus di bidang kesehatan diperlukan bagi para penyandang keluarbiasaan. Layanan tersebut antara lain : physical therapy dan occupational therapy, yang keduanya berkaitan erat dengan keterampilan gerak (motor skills), dan speech theraphy atau bina wicara bagi para tunarungu. Para ahli yang terlibat dalam menangani kesehatan para penyandang keluarbiasaan terdiri dari dokter umum, dokter gigi, ahli physical theraphy dan ahli occupational theraphy, ahli gizi, ahli bedah tulang, ahli THT, dokter spesialis mata dan perawat.
b.
Kebutuhan
sosial/emosional
Karena
keluarbiasaan yang disandangnya, kebutuhan yang diperlukan kadang-kadang sulit
dipenuhi. Berbagai kondisi/ keterampilan seperti mencari teman, memasuki masa
remaja, mencari kerja, perkawinan, kehidupan seksual, dan membesarkan anak
merupakan kondisi yang menimbulkan masalah bagi penyandang keluarbiasaan. Oleh
karena itu bantuan para pekerja sosial , para psikolog, dan ahli bimbingan juga
dibutuhkan oleh para keluarga.
c.
Kebutuhan
Pendidikan
Jenis
pendidikan yang diperlukan sangat terkait dengan keluar-biasaan yang
disandangnya. Secara khusus, penyandang tunarungu memerlukan bina persepsi
bunyi yang diberikan oleh speech therapist, tunanetra memerlukan bimbingan
khusus dalam mobilitas dan huruf Braille, dan tunagrahita memerlukan bimbingan
keterampilan hidup.
2.
Hak
Keluarbiasaan
Tidak
ada perbedaan hak antara penyandang keluarbiasaan dibandingkan dengan anak
normal, terutama dalam bidang pendidikan. Dalam pasal 31 UUD 45 disebutkan
bahwa semua warga negara berhak mendapatkan pendidikan. Ketentuan dalam pasal
tersebut diatur lebih lanjut pada pasal 6 dan pasal 8 UU No.2/Tahun 1989, dalam
Bab III, yang berbunyi:
Pasal
6
Setiap
warga negara berhak atas kesempatan yang seluas-luasnya untuk mengikuti
pendidikan agar memperoleh pengetahuan , kemampuan dan keterampilan yang
sekurang-kurangnya setara dengan pengetahuan, kemampuan dan keterampilan
tamatan pendidikan dasar.
Pasal 8
1.
Warga
negara yang memiliki kelainan fisik dan/atau mental berhak memperoleh
pendidikan luar biasa.
2.
Warga
negara yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa berhak memperoleh
perhatian khusus.
Dari
dua pasal tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa anak luar biasa berhak atas
pendidikan sampai tamatan SMP.
Pendidikan
anak luar biasa disamping dijamin oleh UUD 45, secara internasional juga
tercantum dalam Deklarasi Umum Hak-Hak Kemanusiaan 1948 (The 1948 Universal
Declaration of Human Right) yang diperbaharui pada Konferensi Dunia tentang
Pendidikan Untuk Semua (Educational For All). Konferensi tersebut juga
menyepakati suatu kerangka kerja untuk Pendidikan Anak Luar Biasa yang dapat
dijadikan pegangan bagi setiap negara dalam penyelenggaraan Pendidikan Luar
Biasa.
Dalam kerangka kerja tersebut disebutkan bahwa :
Dalam kerangka kerja tersebut disebutkan bahwa :
a.
Setiap
anak mempunyai hak yang fundamental untuk mendapatkan pendidikan, dan harus
diberi kesempatan untuk mencapai dan memelihara tahap belajar yang dapat diterimanya
b.
Setiap
anak punya karakteristik, minat, kemampuan, dan kebutuhan yang unik
c.
Sistem
pendidikan harus dirancang dan program pendidikan diimplementasikan dengan
mempertimbangkan perbedaan yang besar dalam karakteristik dan kebutuhan anak;
d.
Mereka
yang mempunyai kebutuhan belajar khusus (anak luar biasa) harus mempunyai akses
ke sekolah biasa yang seyogyanya menerima mereka dalam suasana pendidikan yang
berfokus pada anak sehingga mampu memenuhi kebutuhan mereka, serta
e.
Sekolah
biasa dengan orientasi inklusif (terpadu) ini merupakan sarana paling efektif
untuk melawan sikap deskriminatif, menciptakan masyarakat yang mau menerima
kedatangan anak luar biasa, membangun masyarakat yang utuh terpadu dan mencapai
pendidikan untuk semua, dan lebih-lebih lagi sekolah biasa dapat menyediakan
pendidikan yang efektif bagi mayoritas anak-anak serta meningkatkan efisiensi
dan efektivitas biaya bagi seluruh sistem pendidikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar